Minggu, 24 April 2016

32 - Novi Rahmania - CKD - (B)

CKD (Cronic Kidney Disease / Gagal Ginjal Kronik)

32-Novi Rahmania-KTI-(B)


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI BROCHOPNEUMONIA DENGAN KETIDAK EFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG ANAK RSUD DR. R SOEDARSONO

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh kaerena itu, tidak satupun orang tua yang memnginginkan anaknya jatuh sakit. Terjadi gangguan kesehatan pada anak dapat berdampak negatif bagi pertumbuhan anak (Soetjiningsih 2005). Gangguan kesehatan yang sering terjadi pada anak-anak adalah gangguan saluran pernfasan seperti ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang disebabkan oleh bronchopneumonia. Tingginya angka kejadian bronchopneumonia di Indonesia, salah satunya di sebabkan oleh kondisi lingkungan berpolusi dan kebiasaan hidup kelurga yang kurang sehat.
WHO memperkirakan setiap tahunnya penyakit bronchopneumonia  berperan dalam 800.000 hingga 1 juta kasus penyakit pernafasan yang mematikan, kebanyakan terjadi di Negara Berkembang seeperti Afrika, Asia, India, dan Indoesia. Di Indonesia bronchopneumonia merupakpan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC, kejadian bronchopneumonia berkisar anatara 10% - 15% / tahun. Data adri Dinkes Provinsi Jawa timur sebanyak 301.12 penderita di tahun 2014. Dan data dari ruang anak RSUD DR. R. Soedarsono Pasuruan selaam tahun 2013 kurang lebih 120 anak yang menderits bronchopneumonia, sedangkan dari bulan Juni 2014 sampai Oktober 2014 didapatkan kurang lebih 43 anak.
Bronchopneumonia merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah, terjadinya bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA) selama beberapa hari. Kuman dan bakteri yang masuk kedalam saluran pernafasan atas meyebar di bronkus ynag mengakibatkan kuman menjadi meningkat sehingga terjadi prpposes peradangan, dari proses peradangan tubuh mengeluarkan reaksi denagn meningkatkan produksi secret yang mengakibatkan menjadi batuk dan sesak nafas. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, keculai untuk kasus berat. Menjaga kelancaran pernafasan, dengan mempposisikan klien dengan posisi semi fowler dan melaukan fisioterpi dada merupakan indakan keperawatan dalam merawat pasien di Rumah Sakit. Peran perawat dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia meliputi usia promotif yaitu dengan selalu menjaga kebersihan baik fisik maupun lingkungannya, upaya preventif dilakukan dengan cara memberikan obat sesuai dengan indikasi.
Berdasarkan data diatas, maka Asuhan Keperwatan dalam penanggulangan penyakit bronchopneumonia sangatlah penting karena itu penulis tertarik untuk mengangkat kasus tenatng “Auhan Keperawatan pada klien yang mengalami bronchopneumonia dengan ketidak efektifan bersihan jalan nafas di Ruang Anak RSUD DR. R. Soedarsono Pasuruan”.


1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah akan dirumuskan sebagai berikut : “ bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami bronchopneumonia dengan ketidak efektifan bersihan jalan nafa di Ruang Anak RSUD DR. R Soedarsono Pasuruan?”
1.3  Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami bronchopneumonia dengan ketidak efektifan bersihan jalan nafas di Ruang Anak RSUD DR. R Soedarsono

1.3.2           Tujuan Khusus
1.      Mampu melakukan pangkajian pada klien dengan bronchopenumonia di Ruan Anak RSUD DR. R Soedarsono
2.      Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan bronchopneumonia di Ruang Anak RSUD DR. R Soedarsono
3.      Mampu membuat perencanaan keperawatan pada klien denga bronchopneumonia di Ruang Anak RSUD DR. R Soedarsono
4.      Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan tindakan keperawatan pada klien bronchopneumonia di Ruang Anak RSUD DR. R Soedarsono
5.      Mampu melaksanakan evaluasi Keperawatan pada klien dengan bronchopneumonia di Ruang Anak RSUD DR. R Soedarsono
1.4  Manfaat
1.4.1        Bagi Responden
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan peneliti tentang Asuhan Keperawatan anak dengan bronchopneumonia
1.4.2        Bagi Rumah Sakit
Sebgaai tambahan ilmu dan sumbangasih informasi dalam Asuhan Keperawatan bronchopneumonia
1.4.3        Bagi Pembangunan ilmu Keperawatan
Sebagai bahan informasi atau masukan bagi pendidikan serta sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
KONSEP DASAR

2.1              Konsep Dasar bronchopneumonia
2.1.1        Pengertian  Bronchopneumonia
Bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran  berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris. 
Bronkopneumonia merupakan proses inflamasi paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius, serta mengambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyenaran berbercak, dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronkiolus dan meluas ke parenkim paru yang terdekat (Nursalam, 2005).
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2003).
Perubahan system respirasi yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi kapasitas dan fungsi paru meliputi:
1.            Peningkatan diameter anteroposterior dada  

2.            Kolaps osteoporotik vertebrae yang mengakibatkan kifosis (peningkatan kurvatura konveks tulang belakang).
3.            Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta.
4.            Penurunan efisiensi otot pernapasan.
5.            Peningkatan rigiditas paru.
6.            Penurunan luas permukaan alveoli.
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
2.1.2        Anatomi Fisiologi System pernafasan
Sistem saluran peranafasn saluran perttukaran gas yaitu oksigen yang di butuhkan tubh untk meabolisme sel dan karondioksida yang di hasilkan dari metabolisme tersebut (erlie, 2008). Struktur sistem pernafasan tubuh terdiri  dari 3 bagian yaitu saluran pernafsan bagian atas saluran pernafasan bagian bawah, dan organ-organ (Santoso, 2007)


Gambar 2.1 : Saluran Pernafasan tubuh manusia


1.      Saluran Pernafasan Bagian atas
Menurut Santoso (2007), saluran pernafasan bagian atas merupkan sutau saluran terbuka yang memungkinkan udar atmosfer yang masuk melalui hidung, mulut dan bronkus hingga ke alveoli. Saluran pernfasan atas  terdiri dari :
a.       Rongga hidung berfungsi sebagai tempat masuknya udara pertama kali. Udara yang m asuk tersebut di rongga hidung akan mengalami proses penghangatan, pelembapan, dan penyaringan segala kotoran.
b.      Faring merupakan persipangan anatar 2 saluran, yaitu rongga hidung ke tenggoroka (saluran pernafasan/ nasoaring) pada bagian depan dan rongga mulut ke kerongkongan (saluran penvernaan /orofaring)pada bagian belakang. Faring berfungsi menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagai jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung (resonansi ) untuk suaran percakapan.
c.       Laring merupakan bagian belakang faring pangakal tenggorork, yaituterdapat pita suara da katup tenggorokan. Fungsi utama laring adalah memproduksi suara, laring juga berfungsi secara pasif mencegah partikel makanan masuk kedalam sistem pernapasan atau trakea denga bertindak sebagai penghalng.
d.      Batang tenggorok (trakea) merupakan dinding tenggotokan yang mengubungkan laring ke bronkus dan memungkinkan udara untuk melewati leher dan menuju ke dada. Fungsi utama trakea adalah untuk menyediakan salura nafas yan jelas untuk udara dan keluar dari paru-paru.



 
                       Gambar 2.2 : saluran pernafasan atas
2.1.3        Salurran Pernafasan Bagian Bawah
Menurut Santoso (2007), saluran pernafasan bagian bawah merupakan saluran peghubung antara saluran pernafasan atas dengan organ paru. Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari :
1.            Bronkus merupakan ujung bawah trakea yang terbagi menjadi dua cabang utama yang membentuk bronkus kiri dan bronkus kanan. Fugsi brokus ada;ah untuk melayani sebagai konduktor udara antar atmosfer dan lokasi pertukara gas serta menghilangkan partkel asing dari sistem pernafasan
2.            Bronkeolus merupakan tabung yang ditemukan di ujung jaringan trakeo bronkial. Bronkelous memliki diameter yang lebih kecil dari pada bronkus. Prinsip bronkeolus adalah menyebarkan udara dari bronkus menuu ke alveolus.
3.            Alveolus merupakan kantog udara yang berukuran sangat kecil dan merupakan akhir dari bronkeolus sehingga memungkinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Fiungsi utam dari alveolus adalah sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbondikosida antara pulmomer dan alveoli
Paru-paru (Pulmo)
Menurut Santoso (2007), paru-paru terletak di rongga dada bagian atas, dibagian samping dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu :
1.            Paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus interior.
2.            Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Antara lobus satu dengn lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pemulihan darah getah bening dan syaraf, dalam tiap-tiap lobules, didalam lobules, bronkelolus ini bercabang-cabang, banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Letak paru-paru di rongga dada  datarnya menghadap ketenganh rongga dada atau cavum mediastinum. Pada bagian tengah tengkuk paru-paru atau hilus pada mediatinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang dinamakan pleura (Santoso 2007).

Gambar 2.3 : Saluran Pernafasan bagian bawah
2.1.4        Etiologi / Predisposisi
Smelizer  dan Bare (2008)  menyebutkan beberapa penyebab bronchopneumonia adala bakteri, virus, mikroplasma, jamur, da protozoa. Bronchopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan, cairan munttah atau inhalasi kimia, merokok dan gas. Bakteri penyebab bronchopneumonia mmeliputi:
1.            Bakteri gram positif
a.             Streptococus bronchopneumonia (bisanya disertai influenza dan meningkat pada penderita PPOM dan penggunaan alkohol)..
b.            Stapyhlococus (kuman masuk melalui darah atau aspirasi, sering menyebabkan infeksi nasokomial).
2.1.5        Bakteri gram negativ
1.            Haemaphilius influenza (dapat menjadi penyebab pada anak-anak dan menyebabkan gangguan jalan nafas kronis).
2.            Pseudomonas aerogmosa (berasal dari infiksi luka, luka bakar, trakeostomi, dan infeksi saluran kemih).
3.            Klebseila bronkopneumonia (insiden pada penderita alkoholis).
4.            Bakteri anaerob (masuk melalui aspirasi ole karena gangguan kesadaran ,gangguan menelan)
5.            Bakteri atipikal (insiden mengingat pada usia lanjut, perokok dan penyakit kronis).
2.1.6        Patofisiologi
Peoses terjadinya bronkobronkopneumonia dimuli dari berhasilnya kuman pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biakdi saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila mekanisme pertahanan seperti sistem transport mukosila tidak adekuat, maka kuman berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas,  sebagai respon peradangan akan terjadi hipersekresi mukus dan merangsang batuk, Mikroorganisme berpindah karena adanya gaya tarik bumi dan alveoli menebal.pengisian cairan alveoli akan melindungi mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran organisme ke alveoli lain. Keadaan ini menyebabkan infeksi meluas, aliran darah paru sebagian meningkat yang diikuti peradangan vaskular dan penurunan darah kapiler (price & wilson, 2005)

 
Gambar 2.4 : Menunjukkan gambaran perbedaan alveoli normal dan alveoli pada bronchopneumonia

Edema  keran inflamasi akan mengeraskan paru dan akan mengurangi kapasitas paru, penuruna produksi cairan surfaktan lebih lanjut, menurunkan compiliance dan menimbulkan atelektasis serta alveoli. Sebagian menimbulkan tambahan proses bronchopneumonia menyebabkan gangguan ventilasi ekulasi partial pada bronchi dan alveoli, menurunkan tekanan oksigen arteri, akibatnya darah vena yang menuju atrium kiri banyak yang idak mengandung oksigen sehingga terjadi hipoksemia arteri.
Efek sistemik akibat infeksi, fagosit mmelepaskan bahan kimia yang disebut endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampaihipotalamus, maka suhu tubuh akan meningkat dan meningkatkan kecepatan metabolisme. Pengaruh dari meningkatnya metabolisme adalah penyebab takhipnea dan takikardia, tekanan darah menurun sebagai akhir dari vaodilatsi.
2.1.7        Manifestasi Klinis
Bronkhopneumonia secra khas diawali dengan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 -40,5◦c), sakit kepala, gelisah, melaise, nafsu makan berkurang dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk. Gejala umum infeksi salurean pernafasan bawah berupa bauk, espektori sputum, dengan tachipnea sangat jelas (25-25x/menit) disertai dengan pernafasan meedengkur, pernafasan cuping hidung dan penggunaan pernafasan otot-otot aksesori, sputum hijau dan purulen, disphnea dan sianosis. Dan pasien yang ,mengalami tanda brondhopnneumonia berupa  retraksi yaitu perkusi pekak  ffremitus melemah, suran nafas melemah, roncjhi dan wheezing (Mansjoer, 2007)
1.            Stadium bronchopneumonia
Terdapat empat stadium anatomik dari bronchopneumonia lobaris berbagai atas :
a.       Stadium kongesti, terdiri dari poliferasi cepat dari bakteri dengan peningkatan vaskularisasi dan eksudasi yang serius. Sehingga lobus yang terkena akan berat, merah penuh dengan cairan. Rongga alveolra mengandung cairan edema yang berprotein, neutrifl yang menyebar dan banyak bakteri. Susunuan alveolar masih tampak.
b.      Stadium Hepatisasi merah terjadi oleh karena rongga udara udara di penuhi dengan eksudat veibrinosuporatif yang berakibat konsolidasi kongestif ynag menyerupai hepar pada jaringan paru. Benang-benang fibrin dapat mengalir dari suatu alveolus melalui pori-pori yang berdekatan.
c.       Stadium Hepatisasi kelabu (konsulidai) melibatkan desintegrasi progresif dari leukosit bersamaan dengan penumpukan terus-menerus dari fibrin diantara alvooli.
d.      Stadium akhir yaitu resolusi, megikuti kasus-ksus tanpa komplikasi. Eksudat yag mengalami konsolidai diantara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang  di serap kembali atau yang dibersihakan oleh batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairam dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.
2.1.8        Penatalaksanaan bronchopneumonia menurut Mansjoer  2007 dan ngastiah
Di bagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan keperawatan.
1.            Penatalaksanaan medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena hal itunperlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka diberikan:
a.             Penicilin ditambah dengan cloramvenicol atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti ampicilin. Pengobatan ini diteruskan sampi bebas demam (1-5 hari).
b.            Pemberian oksigen dan cairan intravena.
c.             Karena sebgaian besar pasien jatuh kedalam oksidasis metabolic akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisi gas adarh arteri
d.            Pasien bronchopneumonia ringan tidak perlu dirawat di RS
2.               Penatalaksanaan keperawatan  dalam hala ini yang dilakukan adalah:
a.             Mencegah kelancaran pernafasan
b.            Klien bronchopneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis kerna adanya radang paru dan banyaknya lendir didalm bronkus atau paru. Agar klien dapat bernafas lancar lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk memnuhi kebutuhan O2 perl dibantu dengan pemberian O2 21/ menit secara rumat.
c.             Klein bronchoppneumonia adalah klien payah, suhu tubuh tinggi, sering hipe pireksia maka klien cukup perlu istirahat, semua kebutuhan kliean harus ditolong di temoa tidur. Usahakan pemebrian obat secara tepatt, usahakan keadaan tenang dan nyaman agar apien dapat istirahat sebaik-baiknya.
d.            Kebutuhan nutrisi cairan pasien brionchopneumonia hampor selalu mengalami asupan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama bebrapa hari dan masukan cairan yang kuarang dapar mnyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan caira glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
e.             Mengontrol suhu tubuh
f.             pasien bronchopneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hiper pirekasia. Untuk itu maka harus di kontrol suhu tiap jam. Dan dilakukan kompres serta obat-obatan satu jam setealh di kopmres di eck kembali apakah suu telah turun.
2.1.9        Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari brnchopnumonia menurut ngastiah 2005 dan perhimpunan dokter paru Indonesia 2009, yaitu: epiema, otitis media akut, atelektasis, emfesima, meningitis, efusi pleura, abses paru, pneumotorax, gagl nafas dan sepsis


2.1.10.  Pathway




2.2              Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1        Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien baik sebai individu, keluarga maupun masyarakat (Nursalam, 2010)
2.2.2        Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2010).
1.            Biodata
Mencakup identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, no.medrek, Ds.medis, tanggal masuk, dan tanggal pengkajian.
2.            Riwayat kesehatan
a.            Keluhan utama : biasanya keluhan utama yang membuat orang tua pasien membawa anaknya ke Rs adalah sesak nafas
b.            Keluhan yang menyertai : keluhan lain yang biasanya menyertai keluhan utama adalah susu tubuh, abtuk dan kejang-kejangkarena demam yang tinggi. Selain itu pasien juga mengalami muntah dan diare
c.            Riwayat kesehatan dahulu :
d.           Riwatyat kehamilan/ persalinan: penaykit bronchopneumonia tidak di penagrruhi ooleh adanay gangguan atau kelainan pada kehamilan/ persalinan
e.            Riwayat tumbang : USIA 0-3 bulan yaitu belajar mengangkat kepala sambil berbaring, tengkurap, belajar mngikuti objek dengan matanya, meliha ke wajah orang dan tersenyum, bereaksi terhadap sumber suara/ bunyi, mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman pendengarang dan kontak. Menahan baranag yang di pegangnya, bereakis dengsn mengoceh  duduk dengsn bantuan
f.             Riwayat keluarga :Biasanya dalam keluarga pasien, ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
g.            Rriwyat sosial :  siapa yang merawat anak dan hubungan nya dengan anak sangat mempengaruhi terjaidnya bronchopneumonoia
h.            Riwayat kesehatan lingkungan : anak yany tinggal di rumah yang kecil / sempit dan penghuninya banayk dengan salah satu penghuninya telah terinfeksi oleh bakteri pneumonia lebih mudah untuk terserang/ terinffeksi sampai terjadinya bronchopneumonia sumber air minum, pembuangan sampah dan  air kotor juga bisa mmepengaruhi terjadinya brnchopneumonia yang bisa dibawa oleh bakteri
3.            Kebutuhan Dasar
a.            Pola nafas : pasien dengan bronchopneumonia mengalami pernafasan sempit  dan dangkal, pernafasan cuping hidung dengan irama ireguler.
b.            Pola makan : pasien sering tidak mau makan ataupun minum karena batuk dan sesak, bahkan sampai dimuntahkan kembali makanan yang di masukkan
c.            Pola eliminasi :  biasanya pola eliminasi pasien terganggu kerana adanay pola makan, intake yang berkurang dan pasien biasanya bisa diare
d.           Pola istirahat dan tidur : pasien sering tidak bisa tidur dengan nyenyak karean apabial sesak nafas atau batuk, pasien terbiasa terbangun.
e.            Pola aktivitas : biasanya tergantung pada tahap perkembangannya, mislnya bermain dengan warna-warna terang, kontak mata dengan pasien brnchopneumonia, kurang bereaktifitas
f.             Pola kebersihan diri : untuk pemenuhan kebersiahn diri pasien, biasanya dilakukan oleh orang tuanya dan dibantu oleh perawat
4.            Pemeriksaan penunjang
a.            Foto thorax bronchopneumonia terdapat bercak infiltras pada satu atau beberapa lobus. Jika pada pneumonialobaris terlihat adanya konsultasi pada satu atau beberapa lobus
b.            Pemereiksaan laboratorium : gambaran darah teoi mneunjukkan dapat  mencapai 10.000-40.000mm3  dengan peregerseran lobus. Kuman penyeab dabat dibiak dari usapan tenggorok, dan mungkin juga darah. Urin biasanya berwarna lebih tuan, mungkin meliputi albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit toraknialin. Analisis gas adarah arteri dapat menunjukkan osidisis metabolik dengan atau tanpa retensi  Co2
5.            Klasifikasi Data
Pasien dengan bronkchopneumonia biasanya ditemukan data-data sebagai
berikut :
a.             Data Subyektif :
1)      Orang tua mengatakan bahwa anaknya sesak, nafas  batuk
2)      Orang tua mengatakan bahwa anaknya muntah saat makan
3)      Orang tua mengatakan bahwa anaknya sulit tidur kalau batauk dan sesak
4)      Orang tua mengatakan megerti denga proses penyakit anaknya
5)      Orang tua mengatakan belum tahu cara perawatan bagi anaknya
b.            Data Obyektif :
1)      Keadaan umum : tampak lemah
2)      Suhu tubuh meningkat
3)      Sesak nafas
4)      Tampak gelisah
5)      Peernafasan cepat dangkal
6)      Pernafasan cupping hidung
7)      Dispnea
8)      Takikardia
9)      Batuk produktif
10)  Rochiredup pada perkusi
11)  Sianosis di sekitar mulut dan hidung
12)  Bibir kering
13)  Muntah
14)  Sulit tidur
15)  Sering menangis
16)  Gerakan bola mata tegang
17)  Konjungtiva anemis
18)  Orag tua tampak cemas
19)  Orang tua bertanya  tentang proses penyakit anaknya
20)  Orang tua bertanya  tentang perawatan anaknya
2.2.3        Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
INTERVENSI NIC
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi bronkus
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam klien dapat:
1.Mempertahankan kepatenan jalan nafas.
2. Mempertahankan ventilasi berkurang
Dengan Indikator:
1.Tidak ada spasme
2.Tidak ada cemas
3.Tidak ada suara tambahan
4.RR normal
5. Mampu bernafas dalam
6.Ekspansi dan simetris
7.Tidakada retraksi dada
8.Mudah bernafas
9.Tidak dyspnea

NIC: airway manajement
Aktifitas:
  1. Buka jalan nafas
  2. Atur posisi yang memungkinkan ventilasi maximum
  3. dengarkan suara nafa
  4. Monitor dan oksigenasi
  5. pantau kelembaban oksigenasi pasien
  6. Kaji status pernafasan
  7. minta pasien tidur/duduk dengan kepala fleksi, otot bahu rileks dan lutut menekuk
  8. Anjurkan paien nafas dalam dan batuk efektif
Berikan terapi sesuai program




Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC
INTERVENSI NIC
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan b.d
factor biologis.
(Sesak nafas)
NO   Status nutrisi, setelah diberikan penjelasan dan perawatan selama 4x 24 jam kebutuhan nutrisi ps terpenuhi dg:
Indikator:
1.Pemasukan nutrisi yang adekuat
2.Pasien mampu menghabiskan diet yang dihidangkan
 3. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4. Nilai laboratorim, protein total 8-8 gr%, Albumin 3.5-5.4 gr%, Globulin 1.8-3.6 gr%, HB tidak kurang dari 10 gr %
Membran mukosa dan konjungtiva tidak pucat

NIC: Eating disorder manajemen
Aktifitas:
11. Tentukan kebutuhan kalori harian
  2. Ajarkan klien dan keluarga tentang pentingnya nutrient
33. Monitoring TTV dan nilai  Laboratorium
44. Monitor intake dan output
55. Pertahankan kepatenan pemberian nutrisi parenteral
66. Pertimbangkan nutrisi enteral
77. Pantau adanya Komplikasi GI
NIC: terapi gizi
Aktifitas:
11. Monitor masukan makanan/ minuman dan hitung kalori harian secara tepat
22. Kaloborasi ahli gizi
  3. Pastikan dapat diet TKTP
44.Berikan perawatan mulut
  5. Pantau hasil labioratoriun protein, albumin, globulin, HB
67. Jauhkan benda-benda yang tidak enak untuk dipandang seperti urinal, kotak drainase, bebat dan pispot
  8. Sajikan makanan hangat dengan variasi yang menarik

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC
INTERVENSI NIC
Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan atau regulasi
NOC: Hidrasi, keseimbangan cairan adekuat, selama dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam keseimbangan cairan pasien adekuat
Indikator:
1.Urine output 30ml/jam
2. TTV dalam batas normal
Turgor kulit baik, membran mukosa lembab, urine jernih

Manajemen cairan
1.Hitung kebutuhan cairan harian klien
2.Pertahankan intake output tercatat secara adekuat
3.Monitor status hidrasi
4.Monitor nilai laboratorium yang sesuai
5.Monitor TTV
6.Berikan cairan secara tetap
7.Tingkatkan masukan peroral
8.Libatkan keluargadalam membantu peningkatan masukan cairan
Monitoring cairan
11. Pantau keadaan urine
  2. Monitor nilai lab urine
   3. Monitor membran mukosa, turgor, dan tanda haus
  4. Monitor cairan per IV line.
Pertahankan pemberian terapi cairan peri infus.


Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC
INTERVENSI NIC
Defisit perawatan diri : mandi, makan, toileting berhubungan dengan kelemahan.
NO   Perawatan diri : (mandi, berpakaian), setelah diberi motivasi perawatan selama 2x24  jam, ps mampu melakukan mandi dan berpakaian sendiri dg:
Indikator:
Ø  1. Tubuh bebas dari bau dan menjaga keutuhan kulit
Menjelaskan cara mandi dan berpakaian secara aman

NIC: Membantu perawatan diri pasien
Aktifitas:
1 1. Tempatkan alat-alat mandi disamping TT ps
     2. Libatkan keluarga dan ps
3.  Berikan bantuan selama ps masih mampu mengerjakan sendiri

NIC: ADL berpakaian
Aktifitas:
1 1. Informasikan pd ps dlm memilih pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat yg mudah dijangkau
3        3. Bantu berpakaian yg sesuai
4        4. Jaga privcy pasien
Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai





2.2.4        Rencana (Intervensi Keperawatan)

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan NOC
Intervensi NIC
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstrksi jalan nafas : spasme jalan nafas
Setelah dilakukan tindak-an perawatan selama 3 X 24 jam jalan nafas efektif,  dengan kriteria :
-          Mendemontrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)
-          Menunjukan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, frekuensi pernafasan dalam rentang normal)
-          Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor penyebab.

-          Anjurkan keluarga untuk meningkatkan istirahat
-          Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
-          Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
-          Berikan bronkodilator
-          Atur intake untuk cairan
-          Jelaskan pada keluarga tentang kegunaan inhalasi.


No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan NOC
Intervensi NIC
2.
Hipertermia b/d peningkatan metabolisme
Setelah dilakukan tindak-an perawatan selama 2 X 24 jam suhu badan pasien dalam batas normal,  dengan kriteria :
-       1. Suhu tubuh dalam batas normal (36,5˚C-  37,5˚C)
-       2. Tidak ada sakit  pusing
        3. Tidak ada perubahan warna kulit
-         4. Nadi, respirasi dalam     rentang normal
-   5. Pasien menyatakan  
1.  1.Monitor suhu tubuh sesering mungkin
2.  2.Monitor  nadi dan respirasi
3.  3. Monitor suhu dan warna kulit
4.   4. Anjurkan keluarga untuk meningkatkan intake cairan dan nutrisi
5.  5. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
6.      Berikan obat antipiretik



2.2.5        IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/ jam
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Paraf
29/4-2013
12.00

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas
M 1. menganjurkan keluarga untuk meningkatkan istirahat anak
2.    2. Memberikan posisi semi fowler dengan menggunakan bantal untuk memaksimalkan ventilasi
3.      Memberikan terapi inhalasi nebulizer farbiven 1 cc
4.      Memberikan terapi injeksi antibiotic :
-          Inj. Ampicilin 250 mg
-          Inj. Cefotaxime 350 mg
-          Inj. Mp 9 mg
5.      Menjelaskan pada keluarga tentang kegunaan inhalasi

S :
-   1. Ibu mengatakan anak masih batuk ngikil
-      2. Ibu mengatakan mengerti tentang kegunaan diberikan nebu
O :
-      1. Suara tambahan sudah mulai
      berkurang
-       2. Nebul farbiven 1cc masuk
-       3. Anak terlihat menangis saat
      diberikan terapi
      inhalasi dan injeksi.
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
-   1. Berikan terapi inhalasi
     2. Observasi K/U



Tanggal/ jam
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Paraf
29/4-2013
12.30

1.      Hipertermia b/d peningkatan metabolisme
1.    1. Mengukur suhu tubuh klien
2.  2. Memonitor warna dan suhu kulit
3.  3. Mengukur nadi dan RR
4.   4. Memberikan terapi antipiretik paracetamol
5.    5. Menganjurkan
       keluarga untuk
      memberikan kompres hangat pada lipat paha dan aksila
6.Menganjurkan keluarga untuk meningkatkan intake cairan dan nutrisi
6
S :
-          Ibu mengatakan suhu tubuh anaknya sudah mulai turun
-          Ibu mengatakan sudah mengompres anaknya
-          Ibu mengatakan sudah memberikan minum air putih dan susu yang banyak
O :
-          Anak terlihat tidur setelah mnum obat
-          Suhu : 36,8
-          Paracetamol syrup masuk
A ;
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
-          Observasi suhu tubuh
-          Observasi warna kulit
-          Intake dan output adekuat












2.3  Jurnal Ilmiah Bronchopneumonia
Pendahuluan : Pneumonia adalah yang paling umum diagnosis dibuat pada anak-anak dirawat di rumah sakit . The Malaysia Pedoman Praktik Klinis di pneumonia dan infeksi saluran pernapasan menyediakan komprehensif bimbingan dalam konteks lokal . Kami mengevaluasi penilaian didokumentasikan dan pengelolaan anak didiagnosis dengan pneumonia mengaku anak-anak bangsal,  Rumah Sakit Batu Pahat terhadap pedoman ini. Metode : Kami melakukan analisis retrospektif dari kasus rumah sakit mencatat untuk anak-anak mengaku dari Januari hingga Mei 2004 . Hasil : Sembilan puluh enam catatan kasus dianalisiS. Paling pasien ( 84 % ) memiliki setidaknya empat fitur klinis yang positif yang mengarah ke diagnosis pneumonia . 92 % memenuhi kriteria pedoman untuk masuk . Sp02 dilakukan untuk 58 % pada penerimaan , dan 58 % dengan membaca di bawah 95 % menerima oksigen . sepanjang rumah sakit tinggal, setiap pasien memiliki rata-rata empat investigasi ( Kisaran : 1 - 12) . Di antara 23 pasien yang memiliki penyelidikan lebih lanjut , pembenaran hanya dicatat di tujuh pasien ( 30,4 % ) , dan perubahan manajemen mengakibatkan 23 % . Yang paling umum antibiotik yang diresepkan adalah Penisilin intravena ( 97 % ) . Pada 17 pasien yang memenuhi klasifikasi pedoman untuk pneumonia berat , tidak menerima direkomendasikan kombinasi antibiotik . Median waktu untuk demam Resolusi adalah 22 jam ( kisaran 2-268 ) , dan median tinggal di rumah sakit adalah 3 hari ( kisaran 1-12 ) .
Kesimpulan : Meskipun kualitas klinis penilaian dan antibiotik pilihan yang dapat diterima, ada kegagalan untuk secara kritis mengevaluasi pasien menurut tingkat keparahan penyakit dan memulai sesuai investigasi dan manajemen . upaya masa depan harus diarahkan untuk mempromosikan pedoman kepatuhan lanjut dan pelaksanaan penilaian kritis pada pasien evaluasi. IeJSME 2008: 2 ( 2 ) : 9-16.
Kata kunci: Bronkopneumonia, anak-anak, audit klinik, rumah sakit, kabupatenPneumonia adalah penyebab utama dari masa kanak-kanak morbiditas di seluruh dunia, dan tetapterkemuka penyebab kematian di negara-negara berkembang Presentasi klinis pneumonia pada anak tumpang tindih luas dengan kondisi pernapasan akut lainnya, seperti bronkiolitis virus akut, saluran pernapasan bagian atas viral infeksi dan penyakit demam lainnya. Membedakan bakteri dari radang paru-paru menyediakan lain menantang, bahkan untuk dokter yang berpengalaman. Hasil dari, ketidakpastian sering ada dalam diagnosis, investigasi dan pengelolaan condition1 ini, mengarah ke variasi dalam hasil perawatan dan pasien. Itu pengenalan pedoman praktek klinis bertujuan untuk standarisasi manajemen dan memberikan kualitas perawatan proses. The Malaysia Pedoman Praktek Klinis di pneumonia dan saluran pernafasan infeksi pada anak-anak dikembangkan pada tahun 2002 untuk memberikan pedoman nasional tentang infeksi saluran pernapasan anak umum, meliputi kriteria untuk masuk, diagnosis, penyelidikan dan pengobatan. 3 Anak-anak didiagnosis dengan akun pneumonia selama lebih seperempat dari hampir 250 penerimaan akut dengan bangsal anak-anak di Rumah Sakit Batu Pahat, Malaysia. Sebagai rumah sakit distrik dengan keterbatasan dalam investigasi kapasitas dan efisiensi, penilaian klinis sering mengandalkan sebagai sarana utama dalam membuat diagnosis dan membimbing manajemen akut. The Malaysia Klinis Pedoman praktek pada pneumonia dan saluran pernafasan infeksi pada anak-anak telah diambil sebagai unit protokol sejak publ kasi. Namun telah ada ada evaluasi formal untuk tanggal di unit kami pada kualitas la anan klinis kami, khususnya justifiability dari diagnosis, investigasi dan pengobatan dengan mengacu pedoman. Kami memutuskan untuk melakukan ini klinis audit untuk mengevaluasi seberapa baik pedoman telah diikuti dalam pengelolaan medis akut anak dengan pneumonia di rumah sakit ini.
Ini adalah kasus retrospektif studi catatan dilakukan di Januari 2005, yang melibatkan pasien yang didiagnosis dengan pneumonia yang dirawat di bangsal anak-anak, Rumah Sakit Batu Pahat pada tahun 2004. Kami bertujuan untuk mengevaluasi 100 kasus pertama mencatat dpt dari Rekam Medis Departemen dalam periode ini, mulai dari pasien yang dirawat pada Januari 2004. Pasien yang didiagnosis dengan "bronkopneumonia", "Pneumonia", "pneumonia bakteri" atau "sebagian diperlakukan bronkopneumonia "pertama kali diidentifikasi dari dokumen sensus lingkungan. Pasien yang didiagnosis dengan "pneumonia atipikal" atau "virus pneumonia "dikeluarkan. Setelah daftar nama itu dihasilkan dari sensus lingkungan, kasus yang sesuai catatan yang diambil dari catatan medis. informasi yang relevan telah ditranskrip dari kasus ini mencatat ke bentuk pengumpulan data khusus. Untuk memperkirakan waktu yang dibutuhkan dari masuk ke pengukuran SPO.